Sunday, January 27, 2008

South to South [25-27]

The-Big-Sellout 10:00
25-27 Januari 2008

GoetheHaus - Capacity: 301 seats
Jl. Sam Ratulangi 9–15, Menteng,
T 2355 0208



Festival film dan diskusi dalam festival ini semuanya mengenai masalah pertumbuhan ekonomi dan masalah lingkungan hidup. “South to South” merupakan salah satu festival yang masih baru yang pada tahun ini diselenggarakan untuk kedua kalinya. Moto festival adalah “Vote for Life”.

The Big Sellout (2007)

Dalam empat cerita yang dihubungkan satu dengan lainnya, Florian Opitz menceritakan “The Big Sellout”, yaitu satu fenomena yang kompleks mengenai “privatisasi”.
Film dokumenter ini dibuat berdasarkan potret-potret mereka dari bermacam kontinen yang merasakan dampak langsung dari usaha-usaha rasionalisasi dan „out-sourcing“ pertumbuhan ekonomi.
Tetapi film ini tidak hanya menceritakan mereka yang dirugikan, tetapi ada juga orang-orang yang setuju dengan privatisasi dan menganggap bahwa itu adalah solusi buat masalah ekonomi yang sekarang terjadi. Sebuah film yang memperjelas bahwa “privatisasi” menyangkut kita semua.

more...

Saturday, January 26, 2008

Coup pour coup

13:00
26 Januari 2008

CCF Jakarta
Jalan Salemba Raya 25
Jakarta 10440
T 390 8580
ecrire@ccfjakarta.or.id

karya Marin Karmitz
menampilkan Anne-Marie Bacquier, Jean-Pierre Baronski, et un collectif d’ouvrières
1972, 90 min., Prancis teks inggris

Sebagai protes melawan tekanan dan ritme kerja yang tinggi, para buruh wanita di sebuah parbik konveksi melakukan mogok besar-besaran yang menyusahkan serikat buruh karena menawan si pemilik perusahaan. Film ini mendapat reaksi keras dari banyak pihak tapi telah menggerakkan banyak buruh di Prancis.

There have always been clearly defined classifications of what a feature film and a documentary film should be. This is the reason why almost all the films follow this classification. Rare are those films which do not follow such a classification.
Coup pour coup directed by Marin Karmitz is one such film which openly flouts this rule.
It is not entirely a feature film nor is it a documentary film. Of course it has some non professional actors. The blows in question are the ones which some striking workers (most of them are women) would like to give to the factory and its management.
In the film there is immense proof of female solidarity as most of the striking women share a family bond with each other. This is a highly inventive film rarely shown on international film festival circuits. I got a chance to watch this film on the French channel TV5.
This is a good film by Marin Karmitz. It is a pity that after this film he did not direct any other film. A must for those who want to watch some unusual film.
[Lalit Rao (cpowerccc@yahoo.com) from Paris, France]

more...

Thursday, January 24, 2008

Six Moral Tales [22-24]

six-moral-tales17:00, 19:00
Teater Utan Kayu
Jl. Utan Kayu No. 68H
T 857-3388

Jadwal :
- Selasa, 22 Januari 2008 :
  17:00  The Bakery Girl of Monceau (1962) & Suzanne’s Career (1963)
  19:00  My Night at Maud’s (1969)
- Rabu, 23 Januari 2008 :
  17:00  La Collectionneuse (1967)
  19:00  Claire’s Knee (1970)
- Kamis, 24 Januari 2008 :
  17:00  Love in the Afternoon (1972)
  19:00  Moral Tales, Filmic Issues: Barbet Schroeder Talks with Eric Rohmer (2006)

Di antara rekan-rekannya dari angkatan Nouvelle Vague (New Wave) Prancis—François Truffaut, Jean-Luc Godard, Jacques Rivette, Claude Chabrol—nama Eric Rohmer barangkali paling sedikit dikenal.

Namun, karya-karya Rohmer adalah sebuah bab tersendiri dalam sejarah sinema Prancis—bahkan sinema dunia. Dengan pendekatan yang sangat subtil dan intim terhadap karakter, film-film Rohmer menilik dunia kejiwaan tokoh-tokohnya secara mendalam dan intens. Rohmer, yang mengawali karir hidupnya sebagai sastrawan, banyak menggunakan kekuatan dialog (maupun monolog interior) untuk menguakkan karakter dan drama yang mengikutinya.

Dalam Six Contes Moraux (Six Moral Tales), melalui perjumpaan antara sejumlah tokoh lelaki dan perempuan, Rohmer menyoroti jarak yang sering terbentang samar antara perkataan dan perbuatan, benturan antara norma dan hasrat, antara pengharapan dan kejadian—semacam rangkaian variasi atas tema kepelikan konflik moral.

Rohmer memperhadapkan karakter-karakternya, yang bertindak berdasarkan kode moral tertentu, dengan sejumlah situasi yang menantang segenap kepastian yang mereka peluk, serta mengusik pelbagai ilusi yang (tanpa sadar) mereka junjung.

Dengan dukungan sinematografi yang kuat oleh Nestor Almendros (kecuali pada dua film pertama), Six Moral Tales adalah serangkaian “film ide” sekaligus studi karakter yang tak lekang oleh waktu. Pada sesi terakhir akan diputar sebuah rekaman perbincangan antara Eric Rohmer dan Barbet Schroeder—sutradara ternama yang juga sering menjadi produser film-film Rohmer—tentang segi-segi artistik dan filosofis Six Moral Tales.

more...

Tumbuh Dalam Badai

tumbuh 19:00
GoetheHaus
Capacity: 301 seats
Jl. Sam Ratulangi 9–15,
T 2355 0208

Sutradara: IGP Wiranegara; Editor: Sastha Sunu; Produser: Putu Oka Sukanta

„Tumbuh dalam badai“ adalah kisah beberapa anak yang berjuang hidup dalam tekanan diskriminasi secara struktural karena orang tua mereka menjadi korban Tragedi Kemanusiaan 1965/66. Mereka pantang menyerah, tumbuh dalam berbagai kondisi untuk bertahan hidup dan mengembangkan dirinya menjadi manusia baru.

Salah satu sosok dalam film ini adalah Wangi Indrya, dalang wayang kulit yang juga penari dan penyanyi. Dia anak salah seorang dalang wayang kulit yang pada zaman Orde Baru menjadi tahanan politik. Wangi Indrya akan mementaskan tarian „Topeng Klana“ sebelum pemutaran film. Setelah pemutaran film akan ada diskusi. Film ini menampilkan salah satu wajah sejarah bangsa Indonesia.

Putu Oka Sukanta, lahir 1939 di Bali, adalah salah seorang sastrawan Indonesia penting. Ia menjadi tahanan politik tahun 1966-76, tanpa diadili, ketika regim Soeharto memburu orang-orang yang dianggap komunis. Setelah dipindahkan dari sel penjara, ke penjara seluas Nusantara, Orde Baru terus melakukan pengawasan, diskriminasi dan stigmatisasi. Tetapi ia setia terus menulis dengan semboyan “Menulis adalah perjuangan untuk hidup” (Writing is struggle for live), sehingga ia menghasilkan beberapa buku kumpulan puisi, novel dan kumpulan cerita pendek, tentang penjara, dan orang-orang yang dimarjinalkan. Diantaranya diterjemahkan ke bahasa asing dan terbit di luar negeri. Sampai sekarang masih tetap menulis puisi, cerpen, novel dan masalah kesehatan.

Sebagai seorang akupunkturis sejak 1978, (ilmu yang sebagian dipelajarinya di penjara dari seorang dokter Tionghoa) ia mengembangkan metode kesehatan swadaya untuk masyarakat, agar orang tidak sepenuhnya bergantung kepada praktisi maupun pelayanan kesehatan. Yayasan yang didirikannya pada tahun 1980, dilarang oleh Orde Baru tahun 1990, karena beberapa praktisi adalah bekas tahanan politik. Akhirnya ia bersama istrinya membangun “ Taman Sringanis “ sebuah gerakan kebudayaan dalam bidang kesehatan, dengan program percontohan tanaman obat, komunikasi, informasi dan edukasi untuk masyarakat luas. Putu sejak tahun 1990-an aktif dalam program penanggulangan pandemi HIV/Aids, dengan pendekatan komplementer, baik dalam bentuk pelayanan maupun pelatihan.

Sekarang Putu, selain membuat film dokumenter, juga menjadi salah satu ketua Ikatan Naturopati Indonesia. Karena beberapa prestasinya ia sempat diundang ke beberapa negara untuk mempresentasikan kegiatannya baik dalam bidang sastra maupun kesehatan.

more...

Sunday, January 20, 2008

Urbanimation [14-20]

Urbanimation

14 – 20 Januari 2008

Taman Ismail Marzuki
Jl. Cikini Raya 73

• Teater Kecil,
• Graha Bakti Budaya
• Kineforum,
• Galeri Cipta 2,
• Galeri Cipta 3,

JADWAL PROGRAM UTAMA

Tema Utama: ANIMATION FOR EVERYBODY

Senin, 14 Januari 2008
GALA PREMIERE (OPENING)
• Opening Ceremony
• Side event: Film Screening
• Venue: TIM (Teater Kecil, Kineforum, Galeri Cipta 2, Galeri Cipta 3)

Selasa, 15 Januari 2008
• Film Non competition Screening
• Film Competition Screening
• Seminar/Workshop
• Exhibition
• Venue: TIM (Teater Kecil, Kineforum, Galeri Cipta 2, Galeri Cipta 3)

Rabu, 16 Januari 2008
• Film Non competition Screening
• Film Competition Screening
• Seminar/Workshop
• Exhibition
• Venue: TIM (Teater Kecil, Kineforum, Galeri Cipta 2, Galeri Cipta 3)

Kamis, 17 Januari 2008
• Film Non competition Screening
• Film Competition Screening
• Seminar/Workshop
• Exhibition
• Venue: TIM (Teater Kecil, Kineforum, Galeri Cipta 2, Galeri Cipta 3)

Jumat, 18 Januari 2008
• Film Non competition Screening
• Film Competition Screening
• Seminar/Workshop
• Exhibition
• Venue: TIM (Teater Kecil, Kineforum, Galeri Cipta 2, Galeri Cipta 3)

Sabtu, 19 Januari 2008
• Film Non competition Screening
• Film Competition Screening
• Seminar/Workshop
• Exhibition
• Venue: TIM (Teater Kecil, Kineforum, Galeri Cipta 2, Galeri Cipta 3)

Minggu, 20 Januari 2008
CLOSING CEREMONY
• Side event: Retrospective
• Nominees Screening
• Winners announcement
• Venue: TIM (Teater Kecil, Kineforum, Galeri Cipta 2, Galeri Cipta 3)

more...

Saturday, January 19, 2008

Camarades

13:00
19 Januari 2008

CCF Jakarta
Jalan Salemba Raya 25
Jakarta 10440
T 390 8580
ecrire@ccfjakarta.or.id

karya Marin Karmitz
menampilkan Juliet Berto, Yann Giguel, Dominique Labourier, Christian Bouillette
1969, 83 min., versi Prancis teks inggris

Yann, proletar muda dari Saint-Nazaire, menolak kenyamanan borjuis tunangannya dan pergi Paris. Ia bekerja di sebuah pabrik, menyadari perjuangan revolusioner dan menjadi militan kelompok ekstrim kiri.

22 year-old- Yan is trying hard to find his way in life: a job he likes, an ideal. In Saint-Nazaire, his home town, he vegetates, just like his father, an unambitious worker.
His fiancée, Juliette, has middle class values and dreams of nothing but a comfortable married life. Dissatisfied, he moves to Paris where he becomes an assembly line worker at the Billancourt Renault car factory.
Sick of the working conditions he and his fellow workers have to endure there, he soon turns into a leftist activist...
Written by Guy Bellinger

more...

Saturday, January 12, 2008

Nuit Noire Calcutta

13:00
12 Januari 2008

CCF Jakarta
Jalan Salemba Raya 25
Jakarta 10440
T 390 8580
ecrire@ccfjakarta.or.id

karya Marin Karmitz
1964, 2x47 min., versi Prancis teks inggris

Dua versi film pendek : versi asli dengan suara Maurice Garrel dan versi dengan suara Marguerite Duras.

more...

Perturbations

15:00
12 Januari 2008

CCF Jakarta
Jalan Salemba Raya 25
Jakarta 10440
T 390 8580
ecrire@ccfjakarta.or.id

pemutaran film pendek Prancis & diskusi


15:05 Kitchen - Alice Winocour | Fiksi 15’00 | France 2005
Seorang Perempuan, suaminya, dan 2 lobster. Sebuah resep yang berubah menjadi tidak menyenangkan.

15.20 Somewhere - Emmanuel Murat | Fiksi 13’00 | France 2005
Hidup Simon adalah sebuah pengulangan yang konstan. Namun tampaknya ia menyukainya, hingga suatu hari seorang pria menganggu rutinitasnya.

15.33 Les pieds sous la table - Marc-Henri Dufresne dan François Morel | Fiksi 8’11 | France 1994
Maurice dan Lavient punya rutinitas makan siang bersama dengan kejadian yang selalu berulang-ulang.

15.41 L’Homme sans tête (The Man Without a Head) - Juan Solanas | Animasi 18’00” | France 2003
Seorang lelaki hidup tanpa kepala. Suatu hari ia memutuskan untuk membeli sebuah kepala, tetapi ia bingung apa yang cocok dengannya.

more...

Saturday, January 5, 2008

7 jours ailleurs

13:00
5 Januari 2008

CCF Jakarta
Jalan Salemba Raya 25
Jakarta 10440
T 390 8580
ecrire@ccfjakarta.or.id

karya Marin Karmitz
menampilkan Jacques Higelin, Catherine Martin, Michèle Moretti
1969, 83 min., Prancis teks inggris

Jacques, komposer muda, lelah dengan lingkungan sosial dan keluarga. Ia ingin pergi memulai hidup di tempat lain... Bersama grup balet, Jacques berkeliling ke daerah Prancis. Ia bertemu dengan seorang penari, Catherine, yang menurutnya akan memberikan kebahagiaan. Tapi tur akan berkahir...

Un jeune compositeur étouffe dans son milieu social et familial ; il voudrait partir, recommencer sa vie ailleurs... Avec une troupe de ballets dansant sur sa musique, Jacques part en tournée de province. Ils vivent en chambre d’hôtel, en compartiment de train, mais aussi dans les loges où règne l’exaltation des danseuses.
Les filles, entre elles, évoquent chacune dans un langage cru, vivant, leurs problèmes, leurs expériences, leurs espoirs. Avec une danseuse, désemparée elle aussi, éclate « l’amour fou ». C’est peut-être la possibilité de retrouver le bonheur. Mais la tournée se termine...
C’était une « brève rencontre ». Gare de Lyon, Michèle, sa femme, l’attend. Jacques laisse partir Catherine...

more...